Oleh: sugiarto | 11 November 2013

gumun sosial media

Belakangan ini para pembesar pembesar negeri ini mulai dari yang tersangkut kasus korupsi,ada juga gubernur yang jadi saksi kasus korupsi,bahkan sang panglima tertinggi angkatan perang republik ini bersikap seragam….curhat bahwa beliau beliau ini didzalimi media.Emang sepowerful apa sih media itu hingga bisa mendzalimi orang orang yang sangat berkuasa seperti itu?Sebagai orang awam,nalar saya kurang nyampai untuk memahami hal seperti ini.Apa iya,peran media sekarang ini sudah seperti dewa..? Yang bisa membolak balik keadaan,yang bisa menyulap sesuatu yang buruk menjadi baik dan sebaliknya?

Menurut saya pribadilanjutkan membaca,sekali lagi ini pendapat saya pribadi loh,ya? Media massa adalah representasi dari kehidupan kita sebagai warga.Ini kita bicara tentang media yang independen loh,ya…di luar media yang dipakai corong pemilik modalnya dan media komunitas yang digunakan komunitas itu sendiri untuk menunjukkan eksistensinya.Kita bicara media yang independen dan media sosial yang bisa kita anggap sebagai wujud jurnalisme warga(citizen jurnalism)

Dalam jurnalisme,kalo ngga salah ada yang namanya hak jawab.Misalnya saya diberitakan oleh koran anu bahwa saya punya istri dua padahal sebenarnya istri saya tiga,bisa bisa gunakan hak jawab saya kepada koran tersebut bahwa beritanya salah dan kudu diralat.Demikian juga kalo seorang gubernur wanita ditulis di media online bahwa beliau bei tas seharga 150jt sedangkan harga sebenarnya adalah 450jt,beliau bisa gunakan hak jawabnya dan meminta media online tersebut untuk mengoreksi.Demikian juga kalo partai seorang kepala negara diberitakan kader kadernya korupsi sekian milyar(padahal sebenarnya sekian trlyun misalnya)dan ditangkapi KPK mestinya beliau juga bisa gunakan hak jawabnya agar pemberitaan itu dikoreksi.

Adalagi beberapa anggota dewan yang merasa didzolimi masyarakat di sosial media.Bahkan ada yang kapok mengomentari sesuatu hal karena dibully habis habisan di tweeter,pesbuk dan komen di media online.

Media sosial pada dasarnya(sekali lagi menurut saya pribadi)adalah penerbit pribadi kita.Kalo jaman dulu untuk menyuarakan pendapat agar dimuat di koran dan bisa dibaca banyak orang,seseorang mesti punya pendidikan tinggi,bisa menulis layak terbit,udah gitu masih kudu melewati editor yang punya otoritas penuh apakah suatu tulisan layak terbit atau tidak.Itupun masih menunggu waktu lagi sampai tulisan itu sampai ke khalayak dan dibaca.Bandingkan dengan kondisi sekarang.Misalnya kita lagi nonton tv dan ada berita tentang sesuatu hal,saat itu juga kita bisa langsung tanggapi entah lewat blog,tweeter,pesbuk dan lain lain.

Bergaul di sosial media,menurut saya sama saja dengan kehidupan bermasyarakat pada umumnya.Apa yang kita terima,adalah apa yang kita berikan.Kalo sikap kita baik,respon orang lain juga baik.Tapi kalo kita suka menebar gosip apalagi fitnah cacian dan makianlah yang akan kita terima.Lihatlah bagaimana citizen jurnalism ini bekerja menghakimi Nurhayati Assegaf tanpa orang yang dikomentari negatif(dalam hal ini Jokowi)meminta.Dalam masyarakat normalpun akan terjadi hal yang sama kalo misalnya seseorang dikomentari buruk tanpa alasan dan dasar yang kuat.Masih ingat kasus petinggi demokrat DKI yang dimaki maki penonton dalam acara tv yang disiarkan secara live..? Videonya beredar di youtube dan ditonton ribuan orang.

Seperti kata Ruhut Sitompul,mulutmu harimaumu.Hati hatilah memperlakukan harimaumu.Karena di media sosial,sekali salah memperlakukan harimaumu,ratusan,ribuan bahkan jutaan harimau akan menerkammu…..hhhhrrrrrggg!!!!!


Tinggalkan komentar

Kategori